Oleh
:
1. Fitri Aprilia Utami 1003728
2. Fuji Siti M 1003597
3. Gina Dwi Fitriana 1003684
Kelas
B, Semester 5
Si Kancil
Awal kisah.. pada Siang hari yang panas sekali. Matahari
bersinar dengan teriknya. Akan tetapi hal itu tidak terlalu dirasakan sama si
Kancil. Dia sedang tidur nyenyak di bawah pohon yang rindang. Tiba-tiba saja
mimpi indahnya terputus. “Tolong! Tolong! ” terdengar teriakan dan jeritan
berulang-ulang. Lalu terdengar suara derap kaki binatang yang sedang
berlari-lari.
“Ada apa, sih?” kata Kancil. Matanya berkejap-kejap, terasa
berat untuk dibuka karena masih mengantuk. Di kejauhan tampak segerombolan
binatang berlari-lari menuju ke arahnya. “Kebakaran! Kebakaran! ” teriak
Kambing. ” Ayo lari, Cil! Ada kebakaran di hutan! ” Memang benar. Asap tebal
membubung tinggi ke angkasa. Kancil ketakutan melihatnya. Dia langsung bangkit
dan berlari mengikuti teman-temannya. Kancil terus berlari. Wah, cepat juga
larinya. Ya, walaupun Kancil bertubuh kecil, tapi dia dapat berlari cepat.
Tanpa terasa, Kancil telah berlari jauh, meninggalkan teman-temannya.
“Aduh, napasku habis rasanya,” Kancil berhenti dengan napas
terengah-engah, lalu duduk beristirahat. “Lho, di mana binatang-binatang
lainnya?” Walaupun Kancil senang karena lolos dari bahaya, tiba-tiba ia merasa
takut. “Wah, aku berada di mana sekarang? Sepertinya belum pernah ke sini.
Kancil berjalan sambil mengamati daerah sekitarnya. “Waduh, aku tersesat.
Sendirian lagi. Bagaimana ini?’ Kancil semakin takut dan bingung. “Tuhan,
tolonglah aku.”
Kancil terus berjalan menjelajahi hutan yang belum pernah
dilaluinya. Tanpa terasa, dia tiba di pinggir hutan. Ia melihat sebuah ladang
milik Pak Tani. “Ladang sayur dan buah-buahan? Oh, syukurlah. Terima kasih,
Tuhan,” mata Kancil membelalak. Ladang itu penuh dengan sayur dan buah-buahan
yang siap dipanen. Wow, asyik sekali! “Kebetulan nih, aku haus dan lapar
sekali,” kata Kancil sambil menelan air liurnya. “Tenggorokanku juga terasa
kering. Dan perutku keroncongan minta diisi. Makan dulu, ah.”
Dengan tanpa dosa, Kancil melahap sayur dan buahbuahan yang ada
di ladang. Wah, kasihan Pak Tani. Dia pasti marah kalau melihat kejadian ini.
Si Kancil nakal sekali, ya? ”Hmm, sedap sekali,” kata Kancil sambil
mengusap-usap perutnya yang kekenyangan. “Andai setiap hari pesta seperti ini,
pasti asyik.”
Setelah puas, Kancil merebahkan dirinya di bawah sebatang pohon
yang rindang. Semilir angin yang bertiup, membuatnya mengantuk. “Oahem, aku
jadi kepingin tidur lagi,” kata Kancil sambil menguap. Akhirnya binatang
yang nakal itu tertidur, melanjutkan tidur siangnya yang terganggu gara-gara
kebakaran di hutan tadi. Wah, tidurnya begitu pulas, sampai terdengar suara
dengkurannya. Krr… krr… krrr…
Ketika bangun pada keesokan harinya, Kancil merasa lapar lagi.
“Wah, pesta berlanjut lagi, nih,” kata Kancil pada dirinya sendiri. “Kali ini
aku pilih-pilih dulu, ah. Siapa tahu ada buah timun kesukaanku.” Maka
Kancil berjalan-jalan mengitari ladang Pak Tani yang luas itu. “Wow, itu dia
yang kucari! ” seru Kancil gembira. “Hmm, timunnya kelihatan begitu segar.
Besarbesar lagi! Wah, pasti sedap nih.” Kancil langsung makan buah timun
sampai kenyang. “Wow, sedap sekali sarapan timun,” kata Kancil sambil tersenyum
puas. Hari sudah agak siang. Lalu Kancil kembali ke bawah pohon rindang
untuk beristirahat.
Pak Tani terkejut sekali ketika melihat ladangnya. “Wah, ladang
timunku kok jadi berantakan-begini,” kata Pak Tani geram. “Perbuatan siapa, ya?
Pasti ada hama baru yang ganas. Atau mungkinkah ada bocah nakal atau binatang
lapar yang mencuri timunku?” Ladang timun itu memang benar-benar berantakan.
Banyak pohon timun yang rusak karena terinjak-injak. Dan banyak pula serpihan
buah timun yang berserakan di tanah. Hm,
awas, ya, kalau sampai tertangkap! ” omel Pak Tani sambil mengibas-ngibaskan
sabitnya. “Panen timunku jadi berantakan.” Maka seharian Pak Tani sibuk
membenahi kembali ladangnya yang berantakan.
Dari tempat
istirahatnya, Kancil terus memperhatikan Pak Tani itu. “Hmm, dia pasti yang
bernama Pak Tani,” kata Kancil pada dirinya sendiri. “Kumisnya boleh juga.
Tebal,’ hitam, dan melengkung ke atas. Lucu sekali. Hi… hi… hi… Sebelumnya
Kancil memang belum pernah bertemu dengan manusia. Tapi dia sering mendengar
cerita tentang Pak Tani dari teman-temannya. “Aduh, Pak Tani kok lama ya,” ujar
Kancil. Ya, dia telah menunggu lama sekali. Siang itu Kancil ingin makan timun
lagi. Rupanya dia ketagihan makan buah timun yang segar itu.
Sore harinya, Pak Tani pulang sambil memanggul keranjang berisi
timun di bahunya. Dia pulang sambil mengomel, karena hasil panennya jadi
berkurang. Dan waktunya habis untuk menata kembali ladangnya yang berantakan.
“Ah, akhirnya tiba juga waktu yang kutunggu-tunggu,” Kancil bangkit dan
berjalan ke ladang. Binatang yang nakal itu kembali berpesta makan timun Pak
Tani.
Keesokan harinya, Pak Tani geram dan marah-marah melihat
ladangnya berantakan lagi. “Benar-benar keterlaluan! ” seru Pak Tani sambil
mengepalkan tangannya. “Ternyata tanaman lainnya juga rusak dan dicuri.”
Pak Tani berlutut di tanah untuk mengetahui jejak si pencuri. “Hmm, pencurinya pasti binatang,” kata Pak Tani. “Jejak kaki manusia tidak begini bentuknya.”
Pak Tani berlutut di tanah untuk mengetahui jejak si pencuri. “Hmm, pencurinya pasti binatang,” kata Pak Tani. “Jejak kaki manusia tidak begini bentuknya.”
Pemilik ladang yang malang itu bertekad untuk menangkap si
pencuri. “Aku harus membuat perangkap untuk menangkapnya! ” Maka Pak Tani
segera meninggalkan ladang. Setiba di rumahnya, dia membuat sebuah boneka yang
menyerupai manusia. Lalu dia melumuri orang-orangan ladang itu dengan getah
nangka yang lengket!
Pak Tani kembali lagi ke ladang. Orang-orangan itu dipasangnya
di tengah ladang timun. Bentuknya persis seperti manusia yang sedang
berjaga-jaga. Pakaiannya yang kedodoran berkibar-kibar tertiup angin. Sementara
kepalanya memakai caping, seperti milik Pak Tani.
“Wah, sepertinya Pak Tani tidak sendiri lagi,” ucap Kancil, yang
melihat dari kejauhan. “Ia datang bersama temannya. Tapi mengapa temannya diam
saja, dan Pak Tani meninggalkannya sendirian di tengah ladang?” Lama sekali
Kancil menunggu kepergian teman Pak Tani. Akhirnya dia tak tahan. “Ah, lebih
baik aku ke sana,” kata Kancil memutuskan. “Sekalian minta maaf karena telah
mencuri timun Pak Tani. Siapa tahu aku malah diberinya timun gratis.”
“Maafkan saya, Pak,” sesal Kancil di depan orangorangan ladang
itu. “Sayalah yang telah mencuri timun Pak Tani. Perut saya lapar sekali. Bapak
tidak marah, kan?” Tentu saj,a orang-orangan ladang itu tidak menjawab.
Berkali-kali Kancil meminta maaf. Tapi orang-orangan itu tetap diam. Wajahnya
tersenyum, tampak seperti mengejek Kancil. “Huh, sombong sekali!” seru Kancil
marah. “Aku minta maaf kok diam saja. Malah tersenyum mengejek. Memangnya lucu
apa?” gerutunya.
Akhirnya Kancil tak tahan lagi. Ditinjunya orangorangan ladang
itu dengan tangan kanan. Buuuk! Lho, kok tangannya tidak bisa ditarik?
Ditinjunya lagi dengan tangan kiri. Buuuk! Wah, kini kedua tangannya melekat
erat di tubuh boneka itu.” Lepaskan tanganku! ” teriak Kancil jengkel. ” Kalau
tidak, kutendang kau! ” Buuuk! Kini kaki si Kancil malah melekat juga di tubuh
orang-orangan itu. “Aduh, bagaimana ini?”
Sore harinya, Pak Tani kembali ke ladang. “Nah, ini dia
pencurinya! ” Pak Tani senang melihat jebakannya berhasil. “Rupanya kau yang
telah merusak ladang dan mencuri timunku.” Pak Tani tertawa ketika melepaskan
Kancil. “Katanya kancil binatang yang cerdik,” ejek Pak Tani. “Tapi kok tertipu
oleh orang-orangan ladang. Ha… ha… ha…. “Kancil pasrah saja ketika dibawa
pulang ke rumah Pak Tani. Dia dikurung di dalam kandang ayam. Tapi Kancil
terkejut ketika Pak Tani menyuruh istrinya menyiapkan bumbu sate.
” Aku harus segera keluar malam ini juga ” tekad Kancil.
Kalau tidak, tamatlah riwayatku. “Malam harinya, ketika seisi rumah sudah
tidur, Kancil memanggil-manggil Anjing, si penjaga rumah. “Ssst… Anjing,
kemarilah,” bisik Kancil. “Perkenalkan, aku Kancil. Binatang piaraan baru Pak
Tani. Tahukah kau? Besok aku akan diajak Pak Tani menghadiri pesta di rumah Pak
Lurah. Asyik, ya?”
Anjing terkejut mendengarnya. “Apa? Aku tak percaya! Aku yang
sudah lama ikut Pak Tani saja tidak pernah diajak pergi. Eh, malah kau yang
diajak.”Kancil tersenyum penuh arti. “Yah, terserah kalau kau tidak percaya.
Lihat saja besok! Aku tidak bohong! “Rupanya Anjing terpengaruh oleh kata-kata
si Kancil. Dia meminta agar Kancil membujuk Pak Tani untuk mengajakn-ya pergi
ke pesta. “Oke, aku akan berusaha membujuk Pak Tani,” janji Kancil. “Tapi malam
ini kau harus menemaniku tidur di kandang ayam. Bagaimana?” Anjing setuju
dengan tawaran Kancil. Dia segera membuka gerendel pintu kandang, dan masuk.
Dengan sigap, Kancil cepat-cepat keluar dari kandang.
“Terima kasih,” kata Kancil sambil menutup kembali gerendel
pintu. “Maaf Iho, aku terpaksa berbohong. Titip salam ya, buat Pak Tani. Dan
tolong sampaikan maafku padanya.” Kancil segera berlari meninggalkan rumah Pak
Tani. Anjing yang malang itu baru menyadari kejadian sebenarnya ketika Kancil
sudah menghilang.
Hikmah dari cerita ini adalah janganlah berbuat kejahatan jika
kita tidak ingin orang lain jahat kepada kita. Apa yang kita tanam pasti akan
kita tuai pada suatu saat, dan pastikan kita menanam kebaikan kepada orang lain
sehingga orang lain mau berbaik sangka kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar